Memelihara Kejujuran
Hadirin rahimakumullah,
Pernah suatu ketika seorang pemuda yang shaleh bernama Tsabit bin Ibrahim
berjalan di pinggiran kota Khufah, hendak menuntut ilmu, dalam perjalanan
beliau berhenti di suatu kebun apel yang sangat lebat buahnya dan nampak
olehnya sebuah apel yang terjatuh di tanah, sang Pemuda tersebut memungutnya
dan lalu memakan buah apel tersebut, belum habis buah tersebut dimakannya lalu
dia tersadar atas kesalahannya yang telah memakan buah yang bukan miliknya. Dengan
sangat menyesal dia lalu mencari pemilik kebun apel tersebut, singkat cerita
bertemulah dia dengan pemilik kebun tersebut kemudian sang pemuda memohon kepada
pemilik kebun tersebut untuk mengikhlaskan buah apel yang telah dimakannya.
Ternyata di luar dugaan ternyata sang pemilik kebun tersebut keberatan untuk mengikhlaskan
apa yang dimakan oleh sang pemuda ini, rupanya dia punya tujuan lain yakni
hendak menikahkan putri beliau dengan pemuda ini, yang dipandangnya bukan
seorang pemuda sembarangan, pemuda yang sudah pasti berhati bersih dan jujur,
yang memiliki keinginan untuk terhindar dari perbuatan maksiat sekecil apapun,
dan sudah pasti berusaha untuk melindungi diri dan keluarganya dari siksa api
neraka. Sudah lama orang tua ini mendambakan tipe pemuda yang demikian, baru
kali inilah dia dipertemukan.
Lalu sang pemilik kebun berkata,
“Aku akan mengikhlaskan apa yang telah engkau makan
apabila engkau mau menikah dengan putriku, dan perlu engkau ketahui bahwa aku
memiliki seorang putri yang buta, tuli dan bisu.”
Sontak sang pemuda ini pun terhenyak, betapa tidak, hanya kesalahan memakan buah
apel yang ditemukan di tanah dia harus membayar mahal dengan menikahi seorang
wanita yang digambarkan sebagai seorang yang buta, tuli dan bisu pula. Namun
karena dia memang sudah ikhlas apa pun kondisi yang akan dihadapinya akhirnya diapun
setuju untuk menikah dengan putri pemilik kebun tersebut dengan kondisi yang
sudah disebutkannya.
Maasyiral hadirin yang berbahagia,
Kita tidak menceritakan bagaimana prosesi pernikahan dari sang pemuda
kita ini, namun yang akhirnya terjadi adalah bahwa putri yang dimaksudkan oleh
orang tua tadi adalah seorang putri yang cantik tanpa kekurangan dari paras
wajahnya, baik pula akhlak dan budi pekertinya.
Ternyata yang dimaksud buta, tuli dan bisu oleh orang tua tadi adalah
bahwa putrinya ini buta dalam hal melihat sesuatu yang maksiat, tuli maksudnya
tidak pernah mendengar perkataan yang keji dan berbau maksiat dan bisu
maksudnya tidak pernah berkata bohong, dan tidak pernah mengucapkan perkataan
yang tercela.
Beruntung sekali pemuda tersebut, buah dari kejujuran yang sudah tertanam
dalam dirinya Allah berkenan melimpahkan kepadanya seorang istri yang sangat cantik lagi mulia, lebih dari itu Allah juga berkenan memberikan kepada mereka berdua keturunan
yang saleh dan sangat luas pengetahuannya, sehingga dari keduanya lahirlah seorang yang
bernama Abu Hanifah an-Nu’man bin Tsabit atau yang lebih kita kenal dengan nama Imam Hanafi yang merupakan salah satu imam mazhab dan ilmunya
terpancar ke seluruh penjuru dunia.
Dari cerita singkat ini, saya ingin mengajak jemaah sekalian untuk senantiasa
berlaku jujur, lurus dan istiqamah dalam menapaki kehidupan yang serba munafik ini. Kejujuran tidak boleh kita tinggalkan, kejujuran
akan membuat kita hidup nyaman tanpa dikejar-kejar oleh sesuatu yang membuat
hati kita gelisah.
Kita hanya memakan makanan dari sesuatu yang halal dan baik kemudian kita
pun memberikan sesuatu untuk dimakan anak dan istri kita juga dari yang baik
serta hasil kerja dari jalan yang halal, bukan dari hasil yang tidak jelas asal
usulnya, mencuri, korupsi atau memanipulasi sesuatu yang bukan seharusnya
menjadi milik kita.
Kita berharap bahwa Allah akan memberikan berkah dari apa yang kita cari
dan kita makan, serta apa yang kita berikan untuk dimakan oleh anak-anak kita
dan kelak kita berharap keturunan kita, zuriat-zuriat kita akan menjadi
manusia-manusia yang berakhlak mulia pada zamannya, dan akan menjadi pemimpin
umat pada masanya.
Hadirin yang berbahagia,
Mari kita lanjutkan sisa hidup ini dengan berlaku jujur dalam segala
hal terutama dalam hal mencari nafkah untuk kebutuhan hidup kita dan
keluarga. Pada saat ini tak ada lagi yang lebih berharga dari sebuah
kejujuran, kejujuran menduduki tempat tertinggi dari segala sisi kehidupan.
Tapi kejujuran butuh proses yang sangat panjang, memelihara kejujuran
tersebut bukanlah perkara mudah, tanpa kemauan keras kita tidak akan sanggup
untuk melakukannya. Kejujuran harus
dimulai dari sesuatu dalam diri kita dan dari dalam hati kecil kita, apabila
kejujuran sudah dipupuk sejak masa kanak-kanak, maka ketika dewasa kita tinggal
membiasakannya, namun hal ini juga berpengaruh dari berbagai faktor,
lingkungan, pendidikan dan tidak luput pula dari makanan yang masuk ke dalam
tubuh kita melalui rongga mulut kita.
Tentu saja makanan yang halal lebih memiliki kecenderungan untuk dapat
memelihara anak-anak kita dari perilaku yang buruk, apapun bentuknya.
Allah senantiasa memelihara orang yang jujur dan juga senantiasa memberikan
tempat yang terpuji bagi orang yang jujur di hadapan ummat.
Kita tidak perlu berharap sesuatu yang besar terjadi di hadapan kita,
kita hanya perlu berharap semoga dengan kejujuran yang kita pelihara pada saat
ini, Allah berkenan memperbaiki kehidupan kita di masa yang akan datang,
memperbaiki kehidupan anak cucu kita dan generasi-generasi penerus kita.
Jadikan generasi di hadapan kita sebagai insan-insan yang berperilaku
jujur, mari kita mulai dari diri kita sendiri, lingkungan keluarga kita,
tetangga dan kerabat kita. Tebarkan
kejujuran dan kebaikan mulai dari lingkungan yang paling kecil dan paling dekat
di mana tempat kita berada, sehingga apabila masing-masing kita berlaku
demikian pada gilirannya nanti akan kita dapati negeri kita menjadi sebuah
negeri yang aman dan makmur negeri yang baldatun
thayyibatun wa Rabbun Ghafur.
Kejujuran merupakan modal utama, mata uang yang berlaku di seluruh dunia
di belahan bumi mana saja kita berada.
Tidak ada seorangpun yang tidak menyukai perilaku jujur, kendati pun
sangat jarang orang yang dapat dengan tulus melakukannya.
Jujurlah, walaupun berat melakukannya.
Ambil semua resiko atas sebuah kejujuran yang kita tegakkan. Karena
Allah pasti memiliki penilaian tersendiri atas sikap dan perilaku kita, biarlah
Allah yang akan mengganti segala resiko yang kita terima atas kejujuran kita
dengan sesuatu yang tentunya lebih baik menurut penilaian Allah. Karena sesuatu yang baik menurut kita belum
tentu baik menurut Allah, dan sebaliknya sesuatu yang buruk menurut kita juga
belum tentu buruk di hadapan Allah.
Allah berfirman:
لِّيَجْزِيَ اللَّهُ الصَّادِقِينَ بِصِدْقِهِمْ وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ إِن
شَاءَ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
غَفُورًا رَّحِيمًا
“Supaya Allah memberikan balasan kepada
orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika
dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.73/Al-Ahzab: 24)
Demikianlah khutbah singkat hari ini, semoga bermanfaat bagi kita semua,
terutama bagi diri saya sendiri dalam melanjutkan sisa-sisa usia kita untuk
tujuan akhir kembali ke hadirat Ilahi dengan husnul khatimah.
[Oleh: Adi
Kusuma, disampaikan pada Khutbah Jumat 17 April 2015, di Masjid Nurul Hikmah, Lr. Kawat, Palembang].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar