Selasa, 27 Desember 2016

Makna Sebuah Ucapan

Sementara orang menyepelekan urusan ucapan Selamat Natal dari seorang muslim, dengan dalih hanya sekedar sebuah ucapan. Padahal, Seorang muslim justru dinilai dari ucapannya.

Syahadat hanya ucapan, tapi setelah mengucapkannya seseorang menjadi Muslim.
Bismillah hanya ucapan, tapi mengucapkannya saat memulai suatu pekerjaan menjadikannya berkah.

Takbiratul Ihram saat memulai Shalat dan "Salam" saat mengakhirinya hanya ucapan, tapi tanpanya Shalat menjadi tidak sah.

Akad Nikah hanya ucapan, tapi setelah diucapkan maka suami halal menggauli istri yang dinikahinya.

Ijab Qabul saat transaksi jual beli hanya ucapan, tapi setelah diucapkan oleh kedua belah pihak Penjual dan Pembeli, maka transaksi menjadi sah.

Cerai hanya ucapan, tapi bila suami mengucapkannya terhadap istrinya, walaupun hanya bercanda, maka akan jatuh hukum cerai bagi istrinya.

Masih banyak lagi ucapan lain yang memiliki makna bagi kehidupan seorang muslim.

Nah, "selamat natal" memang hanya sebuah ucapan, tapi saat kita mengucapkannya maka berarti kita mengakui keberadaan tuhan yang berhak disembah selain Allah, karena makna natal secara terminologi ialah hari lahir Yesus Kristus sebagai anak tuhan.

Padalah, Allah SWT Maha Esa, tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan hanya Allah SWT, Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tidak ada sesuatu pun yang sebanding dengan Dia.

____________________
Diinspirasi oleh tulisan Kang Dwin (Yayasan Humaira) Pendidikan Sosial Kemanusiaan yang dishare dari Instagram @IndonesiaBertauhid.

Kamis, 22 Desember 2016

Menampilkan Hanya Satu Halaman pada Tampilan Utama Blog

Untuk membuka tampilan sebuah blog, kadang para pengunjung blog harus menunggu beberapa saat hingga tampilan blog itu terbuka sempurna, hal ini menyebabkan para pengguna internet sering merasa terganggu oleh sangat lambatnya loading media online tersebut, sehingga pengguna seringkali malah meninggalkan blog tersebut sebelum blog itu terbuka dengan sempurna. Salah satu penyebab dari lambatnya loading tersebut adalah akibat terlalu banyaknya halaman posting blog yang ditampilkan pada halaman utama sebuah blog dan itu merupakan setting default template blog.


Pengalaman seperti ini biasanya sangat mungkin terjadi pada blogger pemula hal ini dikarenakan mereka belum mengetahui atau belum sempat membuka-buka setelan dari blog miliknya. Sebenarnya kejadian ini bisa diatasi dengan sangat mudah, asalkan kita tau caranya.

Berikut saya akan mencoba berbagi cara untuk menampilkan hanya satu halaman saja pada halaman utama (beranda/home) blog. Hal ini barangkali akan sedikit mengurangi loading yang lambat dari sebuah blog, di samping ada cara-cara lain yang juga dapat mempengaruhi dari cepat lambatnya loading sebuah blog.

Cara untuk menampilkan postingan hanya dalam satu halaman pada tampilan utama halaman blog dapat dilakukan sebagai berikut, yaitu:
1. Sign in di blog/masuk ke blog anda
2. Klik Desain

3. Berikutnya klik: "Setelan"
4. Selanjutnya klik: "Pos, Komentar dan Berbagi"
5. Pada teks "Tampilkan sebanyak mungkin ?" ganti angka 7 dengan angka 1
6. Selanjutnya klik "Simpan Setelan" yang ada di pojok kanan atas


7. Terakhir, klik "Lihat Blog" untuk melihat hasilnya.

Demikianlah 7 langkah mudah untuk mengatur tampilan postingan dalam blog agar menjadi hanya satu halaman posting pada halaman utama blog anda. Pengaturan yang telah kami kemukakan di atas merupakan salah satu cara untuk mengurangi beban loading yang lambat, di samping itu masih ada cara lain untuk mempercepat loading blog, yakni menggunakan "read more" atau "baca selanjutnya", yang akan kita bahas pada postingan saya berikutnya.

Terima kasih sudah mampir ke blog ini, selamat mencoba dan semoga bermanfaat.
Salam Sukses.
Memelihara Kejujuran


Hadirin rahimakumullah,
Pernah suatu ketika seorang pemuda yang shaleh bernama Tsabit bin Ibrahim berjalan di pinggiran kota Khufah, hendak menuntut ilmu, dalam perjalanan beliau berhenti di suatu kebun apel yang sangat lebat buahnya dan nampak olehnya sebuah apel yang terjatuh di tanah, sang Pemuda tersebut memungutnya dan lalu memakan buah apel tersebut, belum habis buah tersebut dimakannya lalu dia tersadar atas kesalahannya yang telah memakan buah yang bukan miliknya. Dengan sangat menyesal dia lalu mencari pemilik kebun apel tersebut, singkat cerita bertemulah dia dengan pemilik kebun tersebut kemudian sang pemuda memohon kepada pemilik kebun tersebut untuk mengikhlaskan buah apel yang telah dimakannya.

Ternyata di luar dugaan ternyata sang pemilik kebun tersebut keberatan untuk mengikhlaskan apa yang dimakan oleh sang pemuda ini, rupanya dia punya tujuan lain yakni hendak menikahkan putri beliau dengan pemuda ini, yang dipandangnya bukan seorang pemuda sembarangan, pemuda yang sudah pasti berhati bersih dan jujur, yang memiliki keinginan untuk terhindar dari perbuatan maksiat sekecil apapun, dan sudah pasti berusaha untuk melindungi diri dan keluarganya dari siksa api neraka. Sudah lama orang tua ini mendambakan tipe pemuda yang demikian, baru kali inilah dia dipertemukan.

Lalu sang pemilik kebun berkata,
“Aku akan mengikhlaskan apa yang telah engkau makan apabila engkau mau menikah dengan putriku, dan perlu engkau ketahui bahwa aku memiliki seorang putri yang buta, tuli dan bisu.”

Sontak sang pemuda ini pun terhenyak, betapa tidak, hanya kesalahan memakan buah apel yang ditemukan di tanah dia harus membayar mahal dengan menikahi seorang wanita yang digambarkan sebagai seorang yang buta, tuli dan bisu pula. Namun karena dia memang sudah ikhlas apa pun kondisi yang akan dihadapinya akhirnya diapun setuju untuk menikah dengan putri pemilik kebun tersebut dengan kondisi yang sudah disebutkannya.

Maasyiral hadirin yang berbahagia,
Kita tidak menceritakan bagaimana prosesi pernikahan dari sang pemuda kita ini, namun yang akhirnya terjadi adalah bahwa putri yang dimaksudkan oleh orang tua tadi adalah seorang putri yang cantik tanpa kekurangan dari paras wajahnya, baik pula akhlak dan budi pekertinya.   Ternyata yang dimaksud buta, tuli dan bisu oleh orang tua tadi adalah bahwa putrinya ini buta dalam hal melihat sesuatu yang maksiat, tuli maksudnya tidak pernah mendengar perkataan yang keji dan berbau maksiat dan bisu maksudnya tidak pernah berkata bohong, dan tidak pernah mengucapkan perkataan yang tercela.

Beruntung sekali pemuda tersebut, buah dari kejujuran yang sudah tertanam dalam dirinya Allah berkenan melimpahkan kepadanya seorang istri yang sangat cantik lagi mulia, lebih dari itu Allah juga berkenan memberikan kepada mereka berdua keturunan yang saleh dan sangat luas pengetahuannya, sehingga dari keduanya lahirlah seorang yang bernama Abu Hanifah an-Nu’man bin Tsabit atau yang lebih kita kenal dengan nama Imam Hanafi yang merupakan salah satu imam mazhab dan ilmunya terpancar ke seluruh penjuru dunia.

Dari cerita singkat ini, saya ingin mengajak jemaah sekalian untuk senantiasa berlaku jujur, lurus dan istiqamah dalam menapaki kehidupan yang serba munafik ini.  Kejujuran tidak boleh kita tinggalkan, kejujuran akan membuat kita hidup nyaman tanpa dikejar-kejar oleh sesuatu yang membuat hati kita gelisah.

Kita hanya memakan makanan dari sesuatu yang halal dan baik kemudian kita pun memberikan sesuatu untuk dimakan anak dan istri kita juga dari yang baik serta hasil kerja dari jalan yang halal, bukan dari hasil yang tidak jelas asal usulnya, mencuri, korupsi atau memanipulasi sesuatu yang bukan seharusnya menjadi milik kita.

Kita berharap bahwa Allah akan memberikan berkah dari apa yang kita cari dan kita makan, serta apa yang kita berikan untuk dimakan oleh anak-anak kita dan kelak kita berharap keturunan kita, zuriat-zuriat kita akan menjadi manusia-manusia yang berakhlak mulia pada zamannya, dan akan menjadi pemimpin umat pada masanya.

Hadirin yang berbahagia,
Mari kita lanjutkan sisa hidup ini dengan berlaku jujur dalam segala hal terutama dalam hal mencari nafkah untuk kebutuhan hidup kita dan keluarga.  Pada saat ini  tak ada lagi yang lebih berharga dari sebuah kejujuran, kejujuran menduduki tempat tertinggi dari segala sisi kehidupan.

Tapi kejujuran butuh proses yang sangat panjang, memelihara kejujuran tersebut bukanlah perkara mudah, tanpa kemauan keras kita tidak akan sanggup untuk melakukannya.  Kejujuran harus dimulai dari sesuatu dalam diri kita dan dari dalam hati kecil kita, apabila kejujuran sudah dipupuk sejak masa kanak-kanak, maka ketika dewasa kita tinggal membiasakannya, namun hal ini juga berpengaruh dari berbagai faktor, lingkungan, pendidikan dan tidak luput pula dari makanan yang masuk ke dalam tubuh kita melalui rongga mulut kita.  Tentu saja makanan yang halal lebih memiliki kecenderungan untuk dapat memelihara anak-anak kita dari perilaku yang buruk, apapun bentuknya.

Allah senantiasa memelihara orang yang jujur dan juga senantiasa memberikan tempat yang terpuji bagi orang yang jujur di hadapan ummat.

Kita tidak perlu berharap sesuatu yang besar terjadi di hadapan kita, kita hanya perlu berharap semoga dengan kejujuran yang kita pelihara pada saat ini, Allah berkenan memperbaiki kehidupan kita di masa yang akan datang, memperbaiki kehidupan anak cucu kita dan generasi-generasi penerus kita.

Jadikan generasi di hadapan kita sebagai insan-insan yang berperilaku jujur, mari kita mulai dari diri kita sendiri, lingkungan keluarga kita, tetangga dan kerabat kita.  Tebarkan kejujuran dan kebaikan mulai dari lingkungan yang paling kecil dan paling dekat di mana tempat kita berada, sehingga apabila masing-masing kita berlaku demikian pada gilirannya nanti akan kita dapati negeri kita menjadi sebuah negeri yang aman dan makmur negeri yang baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur.

Kejujuran merupakan modal utama, mata uang yang berlaku di seluruh dunia di belahan bumi mana saja kita berada.  Tidak ada seorangpun yang tidak menyukai perilaku jujur, kendati pun sangat jarang orang yang dapat dengan tulus melakukannya.

Jujurlah, walaupun berat melakukannya.  Ambil semua resiko atas sebuah kejujuran yang kita tegakkan. Karena Allah pasti memiliki penilaian tersendiri atas sikap dan perilaku kita, biarlah Allah yang akan mengganti segala resiko yang kita terima atas kejujuran kita dengan sesuatu yang tentunya lebih baik menurut penilaian Allah.  Karena sesuatu yang baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah, dan sebaliknya sesuatu yang buruk menurut kita juga belum tentu buruk di hadapan Allah.

Allah berfirman:

 لِّيَجْزِيَ اللَّهُ الصَّادِقِينَ بِصِدْقِهِمْ وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ إِن شَاءَ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا 


“Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”  (QS.73/Al-Ahzab: 24)

Demikianlah khutbah singkat hari ini, semoga bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi diri saya sendiri dalam melanjutkan sisa-sisa usia kita untuk tujuan akhir kembali ke hadirat Ilahi dengan husnul khatimah.



[Oleh: Adi Kusuma, disampaikan pada Khutbah Jumat 17  April 2015, di Masjid Nurul Hikmah, Lr. Kawat, Palembang].

Rabu, 21 Desember 2016

Sabar dalam Menghadapi Berbagai Cobaan


Hadirin yang berbahagia,
Melalui kesempatan yang berbahagia ini, izinkanlah saya mengajak jemaah sekalian tanpa terkecuali termasuk diri saya sendiri untuk senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT, karena dengan keimanan dan ketaqwaan yang kita miliki itulah kita dapat memperoleh derajat yang sempurna, yakni derajat paling mulia di sisi Allah SWT.

Selanjutnya marilah kita senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah dianugerahkan kepada kita, yang mana nikmat tersebut senantiasa kita rasakan mulai sejak bangun tidur hingga kita terlelap di malam hari bahkan tidur itu sendiri merupakan kenikmatan yang tiada ternilai harganya. 

Namun di samping kenikmatan yang diberikan Allah kepada kita untuk kita syukuri ternyata Allah juga menurunkan beberapa cobaan dan bencana untuk kita renungi dan cermati serta sejauh mana kita mampu menghadapi segala cobaan yang datang tanpa merusak keimanan kita kepada Allah SWT.

Dalam kehidupan di alam dunia, kita senantiasa merasakan beraneka ragam perasaan, mulai dari perasaan yang menyenangkan namun adakalanya kita juga menghadapi berbagai perasaan yang tidak menyenangkan dan bahkan sesuatu yang kita sendiri tidak pernah berharap sesuatu itu datang menghampiri kita.

Namun Allah memberikan kepada kita romantika kehidupan dengan bermacam-macam jenis, ragam, corak dan bentuknya serta dengan segala kelebihan dan kekurangan yang kita rasakan dari berbagai sudut pandang perasaan, dengan harapan kita dapat merasakan berbagai kenikmatan dan mensyukuri nikmat yang telah dianugerahkan kepada kita serta pada saat yang sama kita juga dapat mensikapi segala bentuk kesulitan dan cobaan yang diberikan Allah kepada kita dengan arif dan bijaksana.
Cobaan demi cobaan yang datang silih berganti hendaklah dihadapi dengan sabar dan hati yang menerima bahwa semua yang terjadi adalah kehendak Yang Maha Kuasa, kehendak Sang Pencipta dengan segala konsekuensi logis yang akan kita rasakan.

Cobaan yang kita hadapi dengan sikap sabar dan tulus seraya berharap keridhoan Allah, akan mendatangkan kasih sayang Allah di kemudian hari, apa pun kebaikan yang akan diberikan Allah itu mutlak menjadi rahasia dan hak Allah, tanpa kita mengetahui sedikitpun apa yang menjadi keinginan Allah terhadap kita.

Dalam surah al-Baqarah: 155 Allah berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS.2/al-Baqarah: 155)

Ayat di atas mengisyaratkan kepada kita bahwa manusia apa pun status sosialnya, apapun pangkat dan jabatannya serta kedudukannya di dalam struktur kemasyarakatan, kelak pada suatu masa Allah akan mendatangkan cobaan kepadanya di antaranya ketakutan dalam segala bentuknya,  kelaparan, kekurangan harta, kehilangan sanak keluarga, bencana kekeringan yang diisyaratkan dengan kekurangan buah-buahan serta bencana bencana-bencana yang lain dengan beragam bentuk dan akibat yang ditimbulkannya.

Dengan cobaan tersebut hendaknya manusia menghadapinya dengan sikap arif seraya menyadari bahwa cobaan yang diberikan oleh Allah tentu mempunyai tujuan yang pasti dengan tujuan akhir yang bermuara pada peningkatan derajat manusia menjadi manusia yang mulia di sisi Allah SWT, yakni manusia yang bertaqwa.

Di penghujung ayat 155 surah al-Baqarah tadi Allah berfirman:

 وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“dan berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar”

Kabar gembira, adalah sebuah kalimat yang barangkali secara harfiah tidak dapat kita gambarkan bentuk dan wujudnya, itulah yang kami maksudkan bahwa kebaikan yang akan diberikan Allah mutlak menjadi hak dan rahasia Allah, tanpa kita mengetahui sedikitpun apa yang menjadi keinginan Allah terhadap kita.

Sementara itu, siapakah yang dimaksudkan dengan orang-orang yang sabar dalam ayat di atas?
Jawabannya diungkapkan oleh Allah dalam ayat selanjutnya yakni ayat 156 Surah Al-Baqarah yang berbunyi:

الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

"(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Sesungguhnya kita adalah milik Allah, dan sesungguhnya kita semua akan kembali kepada-Nya"

Hadirin yang berbahagia,
Sebuah kalimat sederhana yang mampu mendatangkan rahmat dan barokah Allah kepada kita manakala kita mendapatkan cobaan adalah
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

Kalimat tersebut menggambarkan sebuah bentuk kepasrahan dan ketulusan antara makhluk dengan Sang Khaliq, antara kita manusia dengan Sang Pencipta. Kepasrahan dan ketulusan yang akan bermuara pada keridhoan Allah kepada makhluk ciptaan-Nya.

Betapa sangat hebat solusi yang diberikan Allah melalui al-Quran kepada kita, solusi alternatif yang mempunyai tujuan pada peningkatan kualitas keimanan dan ketaqwaan manusia. Keimanan tidak serta merta akan menjadi berkualitas tanpa adanya latihan yang kontinyu, cobaan demi cobaan dimaksudkan sebagai jalan menuju keimanan yang hakiki, keimanan yang didasari bahwa kita memang betul-betul menyadari bahwa apa yang terjadi merupakan kehendak Allah dengan tujuan yang jelas yakni untuk peningkatan derajat ketaqwaan manusia.

Berbagai cobaan dimaksudkan sebagai ujian bagi kita yang lambat laun akan menyadari dengan sendirinya bahwa apa pun yang telah digariskan oleh Allah tak ada sesuatu makhluk pun yang sanggup untuk menentang dan menghindarinya, seberapa hebatpun manusia itu berusaha untuk lari darinya.

Hadirin rahimakumullah,
Termasuk yang namanya musibah adalah kematian yang pasti mendatangi manusia cepat atau lambat, muda ataupun tua, miskin ataupun kaya, siapa pun yang merasakan hidup pasti akan merasakan kematian. Musibah apapun bentuknya tentu saja merupakan sesuatu yang ditakuti dan dihindari, namun kalau sudah menjadi kehendak Allah, maka bagaimana pun kita berusaha untuk menghindarinya pasti tetap akan menimpa.
Hanya saja kita tetap diwajibkan untuk berikhtiar dalam menghadapi berbagai cobaan dan musibah, kendati demikian keputusan tetap berada di dalam kekuasaan Allah.

Allah berfirman dalam surah an-Nisa’: 78:

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ ۗ

“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh”

Ayat di atas memberikan isyarat kepada kita betapa lemahnya manusia di mata Allah, tak ada suatu kekuatan pun yang sanggup menghindari dari yang namanya musibah, sekalipun manusia berada dalam tempat yang tinggi dan benteng yang kokoh. Hanya saja ikhtiar harus tetap dijalankan dan diakhiri dengan sikap sabar manakala keinginan kita tidak sama dengan kehendak Allah. Mudah-mudahan dengan sikap sabar dan kepasrahan kita akan mendatangkan kebaikan yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Dari khutbah singkat diatas, dapat kita ambil kesimpulan,
  1. Allah menciptakan alam semesta dengan berbagai keseimbangan, Allah memberikan kenikmatan kepada manusia untuk disyukuri tapi juga Allah menurunkan cobaan untuk menguji keimanan kita sejauh mana kita mampu menghadapi cobaan tersebut tanpa merusak akidah kita.
  2. Cobaan yang kita hadapi dengan sabar dan tulus akan mendatangkan rahmat dan kebaikan di kemudian hari, kebaikan yang menjadi rahasia dan hak Allah yang hanya ditujukan kepada manusia yang sabar
  3. Manusia, betapa pun hebatnya tidak akan mampu menghindar dari segala keinginan Allah terhadap dirinya kendati berada di tempat yang paling tersembunyi.

Demikianlah khutbah singkat ini, semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dari khutbah ini, terutama bagaimana kita bersikap manakala Allah mendatangkan cobaan kepada kita. []




[Oleh: Adi Kusuma, disampaikan pada Khutbah Jumat 19 Agustus 2016 di Masjid Nurul Hikmah, KM 5 Palembang].

Senin, 19 Desember 2016

Gempa Bumi di Nangroe Aceh Darussalam

Hadirin sidang jumat rahimakumullah,
Indonesia kembali berduka, pada hari Rabu tanggal 7 Desember 2016 yang lalu gempa bumi kembali mengguncang negeri ini, Nangroe Aceh Darussalam, tepatnya di kabupaten Pidie Jaya yang mengalami kerusakan paling hebat. Gempa tersebut memporak-porandakan berbagai bangunan, sendi-sendi kehidupan dan perekonomian, berbagai infrastruktur hancur luluh lantak diakibatkan oleh gempa yang berkekuatan 6,5 skala richter tersebut.

Sungguh suatu cobaan yang berat bagi saudara kita di Aceh, setelah beberapa kali mengalami kejadian serupa bahkan yang terbesar terjadi pada akhir tahun 2004 lalu yang mengakibatkan terjadinya gelombang Tsunami, sehingga berakibat pada rusak parahnya seluruh infrastruktur di sebagian besar Aceh, ribuan jiwa melayang dan tak terhitung kerugian harta benda.

Sedih memang, membayangkan betapa Aceh yang sudah mengalami berbagai musibah demi musibah, yang sepertinya tak kunjung usai, kali ini harus kembali mengalami musibah yang serupa yang mengakibatkan kondisi bangunan di beberapa tempat rusak parah, lebih dari 100 orang dinyatakan meninggal dunia dan sebagian lainnya kehilangan anggota keluarga.

Hadirin rahimakumullah,
Mengapa harus Aceh, demikian pertanyaan yang mungkin timbul di sebagian benak kita. Mengapa harus negeri yang dijuliki dengan serambi Mekkah itu yang harus menerima musibah demi musibah secara bertubi-tubi. Mengapa tidak di tempat lain yang menurut kita terlalu banyak manusia-manusianya yang berbuat maksiat, durhaka dan lebih durjana dari sebuah negeri yang relatif lebih menjaga kesucian dan kemurnian kitab suci, bahkan keinginan mereka untuk menjadikan Aceh sebagai sebuah negeri yang menggunakan al-Quran menjadi satu-satunya pedoman dan dasar hukum tertinggi untuk memutuskan segala perkara. Mengapa harus Aceh yang mengalami musibah demi musibah, sehingga terkesan seolah belum selesai mereka membangun sebuah peradaban, mereka harus menerima kenyataan bahwa peradaban mereka harus dihancurkan kembali, membangun kembali dan hancur lagi, demikian seterusnya.

Sungguh ironi dengan kondisi masyarakat Aceh yang santri, yang menjunjung tinggi kitab suci, harus mengalami cobaan demi cobaan yang tak kunjung henti. Namun Allah tentu saja memiliki rahasia yang tak satupun kita dapat menyelidiki dan mendalaminya, serta hikmah apa yang terkandung di balik kejadian demi kejadian itu, tapi tentu saja ada keinginan terbaik di sisi Allah yang kelak akan dipersembahkan buat hamba-hamba-Nya yang sabar dalam menerima cobaan yang diberikan oleh-Nya.

Hadirin rahimakumullah,
Kita menyadari betapa sangat kerdilnya diri kita di hadapan Sang Pencipta, betapa sangat tidak berdayanya kita manakala sebuah bencana mengancam kita. Itulah sebabnya kita diharuskan untuk selalu memohon dan terus memohon agar dihindarkan dari segala bencana, karena hanya Allah-lah tempat kita untuk memohon dan berharap perlindungan.

Musibah memang kerap mendatangi kita tanpa terkecuali, baik yang besar yang memporak-porandakan sendi kehidupan dan perekonomian kita, maupun yang berskala kecil yang tak urung membuat kita repot dan menghambat berbagai kegiatan keseharian kita. Namun musibah di sisi lain menjadikan kita yang tertimpa bencana menjadi lebih dewasa dalam mensikapi berbagai kendala serta menjadikan kita yang tidak terkena dampak dari bencana tersebut akan lebih peka terhadap saudara-saudara kita, di situlah kita merasa memiliki dan merasa berkewajiban untuk membantu kesulitan mereka dengan berbagai upaya, kita adalah mereka dan mereka adalah kita.

Duka yang mereka alami tak jarang membuat kita juga merasa sedih dan meneteskan air mata, begitupun sebaliknya. Ketika kita yang mendapatkan musibah sudah pasti merekalah yang akan merasa bahwa mereka yang sesungguhnya adalah bagian dari kita akan turut merasakan kesedihan.

Gempa Aceh kali ini merupakan peringatan bagi kita, bahwa cobaan akan selalu datang silih berganti, dengan sombongnya menghantam ketidakberdayaan kita, dengan angkuhnya hadir di tengah-tengah keceriaan dan mengusik kebahagiaan kerohanian kita, dan dengan ini kita diharapkan agar selalu waspada dan sebisa mungkin menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya bencana. Bukankah Allah SWT telah berfirman:

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَّا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنكُمْ خَاصَّةً ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.”
(QS. 8/Al-Anfal: 25)

Artinya, sebagai manusia kita berkewajiban untuk tetap waspada serta mencegah setidaknya mengingatkan para pelaku-pelaku maksiat untuk berbuat aniaya, karena boleh jadi kejahatan apa saja yang mereka lakukan akan berimbas pada keselamatan dan keamanan kita semua. Boleh jadi dari tangan-tangan merekalah Allah menimpakan azab di muka bumi ini, sehingga azab tersebut bukan hanya menimpa mereka, melainkan juga menimpa sebagian dari orang-orang baik di antara kita.

Hadirin rahimakumullah,
Dalam mensikapi keadaan yang mencekam ini, tidak banyak yang bisa dilakukan oleh saudara-saudara kita di Aceh selain bersabar serta berdo’a memohon kiranya Allah berkenan untuk segera mendatangkan bantuan dan limpahan rahmat-Nya, dan tentu saja untuk bersegera memperbaiki infrastruktur dan perekonomian yang porak poranda di negeri ini.
Firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
(QS. 2/al-Baqarah: 153)

Untuk sahabat, kerabat, keluarga dan saudara-saudara kita di Nangroe Aceh Darussalam, kita semua bersedih, kita berduka atas duka mereka, kita semua prihatin atas cobaan yang mendera mereka, kita pun turut merasakan penderitaan yang mereka alami, kita berharap mereka tidak merasa sendiri, kita berharap mereka tidak merasa dibiarkan, kita akan mencoba membantu sebisanya, baik bantuan moril maupun materil.

Hanya do’a yang bisa kami persembahkan buat sahabat dan saudara-saudara kami, karena kami tau kekuatan do’a adalah senjata paling ampuh untuk meringankan penderitaan kalian.

Duhai sahabat, andai kami bisa, kamipun akan mencoba mengulurkan tangan untuk menyeka peluh dan darah yang keluar dari tubuhmu, kami akan mencoba untuk memeluk erat tubuhmu sebagai ungkapan betapa kami sangat menyayangi kalian.

Kami ingin merasakan betapa sangat sedih dan pilunya keadaan kalian pada saat ini, namun tak banyak yang bisa kami perbuat. Kami hanya mampu mendengar dan menyaksikan dengan berbagai perasaan yang berkecamuk di dalam hati kami, tanpa kami mampu untuk berbuat lebih banyak lagi.

Kami berharap cobaan kali ini adalah cobaan yang terakhir yang kalian alami, kiranya Allah Tuhan Yang Maha Kuasa berkenan mengabulkan do’a dan keinginan kami dan keinginan kalian untuk dapat hidup lebih aman dan tanpa rasa mencekam di lubuk hati.

Saudaraku kaum muslimin rahimakumullah,
Kesabaran dan do’a, itulah yang bisa diandalkan untuk saat-saat seperti ini, tidak ada kekuatan yang melebihi keduanya. Bila kita bersabar dengan keadaan ini maka kita akan dicatat oleh Allah sebagai manusia yang memiliki keimanan yang sempurna, keimanan yang tidak pernah ada dalam diri manusia melainkan orang-orang pilihan, keimanan yang hanya akan ada pada manusia yang memiliki keyakinan yang kokoh terhadap Sang Pencipta, tanpa berani menolak segala bentuk qadha dan qadar-Nya, itulah yang termasuk dalam salah satu rukun iman yang kita yakini selama ini, tanpa ada keraguan sedikitpun.

Saudaraku, tidak ada seorang manusia pun yang rela menderita, namun apabila penderitaan itu disebabkan oleh adanya keinginan Allah SWT untuk menguji keimanan kita, maka sudah seharusnya kita pasrah dan berserah diri dalam menghadapi cobaan tersebut, mudah-mudahan Allah SWT berkenan memasukkan kita, khususnya saudara-saudara kita di Nangroe Aceh Darussalam, ke dalam golongan hamba-hamba Allah yang ridha dan diridhai serta dijanjikan Allah menjadi golongan manusia-manusia yang tulus sebagai penghuni-penghuni surga, dan kiranya Allah berkenan segera mengganti kerugian yang mereka alami di dunia, dan segera mendapatkan kabar gembira untuk kebahagiaan mereka di alam akhirat, aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin…
 إن أحسن الكلام و أبين النظام كلام الله الملك

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,
(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.”

أُولَـٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
“Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(QS.2/al-Baqarah: 155-157).


بارك الله لي و لكم في القران


[Oleh: Adi Kusuma, disampaikan pada khutbah Jum'at di masjid Baitul Makmur, tanggal 16 Desember 2016].

Kamis, 14 Juli 2016

Tanda-tanda Orang Bertaqwa


Jema’ah Jum’at rahimakumullah,


Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat hidayah-Nya kita dapat berkumpul di masjid yang mulia ini untuk melaksanakan ibadah shalat jumat beserta rangkaian ibadah-ibadah lainnya. Selanjutnya shalawat serta salam: ”Allahumma shalli ala sayyidina Muhammad wa ala alihi waashabihi ajma’in” semoga senantiasa tercurah atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan kerabatnya serta pengikutnya hingga akhir zaman.

Selanjutnya selaku khatib pada hari ini saya mengajak jemaah sekalian tanpa terkecuali termasuk diri saya sendiri, marilah kita meningkatkan taqwa kita kepada Allah SWT dalam arti kita melaksanakan segala perintah-Nya dan pada saat yang sama kita menjauhi larangan-Nya.

Hadirin yang berbahagia,
Dalam QS.49. al-Hujurat: 13, Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(QS.49. al-Hujurat: 13)

Ayat di atas menjelaskan tentang kriteria manusia yang mulia di sisi Allah, tidak dilihat dari parasnya, suku dan bangsanya, tidak dilihat dari kekayaannya, bukan pula dipandang dari pangkat dan jabatannya, tapi manusia yang mulia di sisi Allah adalah manusia yang memiliki integritas yang tinggi terhadap ketaqwaan kepada Allah SWT.

Selanjutnya kita mungkin bertanya, bagaimanakah ciri-ciri atau tanda-tanda orang yang bertaqwa itu?
Mari kita perhatikan firman Allah dalam QS.2. al-Baqarah: 2-4
ذَ‌ٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ ﴿٢﴾
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ ﴿٣﴾
وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ ﴿٤﴾

(2) Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (3) (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, (4) dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.” (QS.2. al-Baqarah: 2-4)

Berdasarkan ayat di atas, setidaknya ada lima tanda-tanda orang yang bertaqwa kepada Allah SWT, hal ini akan saya jabarkan secara singkat sebagai berikut:

Pertama: Beriman kepada yang gaib.
Secara istilah, yang dimaksud gaib ialah sesuatu yang tidak diketahui, tidak nyata atau tersembunyi, ada sekian banyak hal yang tidak mungkin diketahui oleh manusia dalam kehidupan ini, tentang hari kiamat dan tentang kematian, misalnya. Al-Quran mengungkap banyak ragam hal gaib, di antaranya kejadian masa lampau yang tidak diketahui lagi oleh manusia, karena masa berlakunya telah berlalu demikian lama, dan mengungkap pula peristiwa masa kini atau masa depan yang belum terungkap ataupun yang sudah terungkap dan diketahui manusia.
Termasuk hal yang gaib adalah eksistensi Allah, malaikat, jin, setan, hakikat ruh, surga, neraka, padang mahsyar, hari pembalasan dan lain sebagainya, kesemuanya itu apabila diimani dan diyakini oleh manusia maka itu merupakan salah satu ciri manusia bertaqwa. Apakah cukup hanya sekedar mengimani dan meyakini saja? Tentu saja tidak, manakala kita meyakini hal-hal di atas, maka harus diikuti dengan sikap khawatir, khawatir bila berbuat salah, maksiat dan melakukan dosa, khawatir karena meyakini tidak ada yang bisa lolos dari yaumul hisab, khawatir karena tidak ada sekecil debu pun kesalahan yang luput dari pandangan Allah SWT, dan bermacam kekhawatiran lain yang pada gilirannya akan membuat diri kita ekstra hati-hati dalam bertindak di permukaan bumi ini. Sikap semacam inilah yang akan mengantarkan kita pada ketaqwaan kepada Allah SWT.

Kedua: Mendirikan shalat.
Yang dimaksud mendirikan shalat di sini adalah melaksanakan shalat dengan sebaik-baiknya serta mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam shalat tersebut dalam kehidupan sehari-hari, adapun nilai-nilai yang terkandung dalam shalat tersebut di antaranya: jujur, disiplin, istiqamah, bersikap tenang, tawadhu`, selalu ingat kepada Allah, dan lain-lain, yang kesemuanya dimanifestasikan dalam sikap dan perilaku dari setiap sisi kehidupan. Sikap-sikap tersebut yang akan membentuk pribadi muslim menjadi pribadi yang terhindar dari perbuatan keji dan munkar. Jujur dalam semua tindakan, adil dalam memutuskan perkara, jujur dalam transaksi perniagaan dsb, disiplin dalam pekerjaan, menghargai waktu dsb, istiqamah, tenang dan tawadhu` dalam menghadapi berbagai persoalan, selalu ingat dan takut akan ancaman Allah, takut berbuat maksiat, berjudi, berzina, mabuk, mencuri, korupsi, manipulasi, konspirasi, bersekutu dalam berbuat maksiat, serta berbagai tindakan maksiat baik yang kecil maupun yang besar yang kesemuanya berujung pada murka Allah Azza wa Jalla, na’udzubillah. Bila shalat telah didirikan dengan sempurna, maka kita pun akan mendapatkan ridha Allah SWT, dan tentu saja pada gilirannya akan dianugerahi oleh Allah dengan predikat takwa.

Ketiga: Menafkahkan sebagian rezeki yang dianugerahkan Allah
Artinya ialah orang yang bertaqwa itu senantiasa bersedekah, berinfaq, wakaf, menunaikan zakat, serta senantiasa menafkahkan hartanya di jalan Allah, dengan senang hati membantu fakir miskin, orang-orang terlantar, anak yatim dan menolong siapa saja yang berada dalam kesulitan. Bersedekah di waktu lapang dan sempit, baik dalam kesenangan maupun sedang dalam kesulitan. Allah menginginkan keikhlasan, bukan jumlah nominal yang kita infakkan, berapa pun kecilnya yang kita berikan akan bernilai ibadah di sisi Allah asal dilakukan dengan tulus dan ikhlas, dan betapapun besarnya yang kita keluarkan apabila dilakukan untuk mendapatkan pujian, ingin dihormati dan diakui sebagai orang yang kaya lagi dermawan, maka akan sia-sialah segala yang kita amalkan. Sekali lagi, Allah tidak melihat nilainya dari apa yang kita sumbangkan tapi Allah melihat ketulusan dan keikhlasan dari apa yang kita infakkan tersebut.

Keempat: beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah.
Hadirin yang berbahagia, kitab-kitab yang diturunkan Allah bukan hanya al-Quran, tapi dari al-Quran-lah kita mengetahui dan mengimani bahwa terdapat kitab selain al-Quran yang diturunkan oleh Allah kepada rasul-rasul-Nya sebelum nabi yang mulia Muhammad SAW. Mengimani kitab-kitab sebelum al-Quran bukan berarti meyakini bahwa semua yang terkandung dalam kitab terdahulu adalah sesuatu yang semuanya benar, mengingat lebih sebagian isi dari kitab-kitab dimaksud sudah dimanipulasi oleh kepentingan berbagai oknum sehingga kebenaran dari kitab tersebut sudah tidak bisa lagi dipertahankan. Sementara al-Quran diturunkan oleh Allah SWT dengan disertai jaminan garansi kemurnian seumur hidup, hingga hari kiamat. Garansi tersebut diabadikan oleh Allah dalam kitab itu sendiri sebagaimana firman-Nya:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS.15. al-Hijr: 9)

Hadirin yang berbahagia,
Kitab al-Quran yang kita baca sekarang ini, kita yakini dengan sepenuh hati, tidak ada keraguan sedikitpun dari padanya bahwa kitab tersebut benar-benar murni tanpa ada penambahan dan atau pengurangan satu huruf pun, dan tidak berbeda sedikitpun apa yang kita baca dari kitab al-Quran ini dengan apa yang pernah dibaca oleh nabi kita yang mulia Muhammad SAW dan para sahabatnya pada masa diturunkannya kitab ini.
Tentu saja bukan di sini tempatnya untuk membahas secara keseluruhan kitab yang penuh dengan kemukjizatan ini, namun sedikit saya sampaikan bahwa salah satu mukjizat dari al-Quran ini adalah bahwasanya kitab ini dihafalkan oleh jutaan manusia, dan tidak ada satu kitab sucipun yang isinya dihafalkan oleh jutaan ummat, bacaannya dimusabaqahkan, ilmu tentang cara membaca, tajwid, makharijul huruf, tafsir, asbabun nuzul, serta berbagai disiplin ilmu lain yang akan dan terus berkembang seputar keberadaan kitab suci ini. Inilah kiranya yang semakin menguatkan keyakinan kita akan kebenaran dari kitab suci al-Quran ini.

Kelima: Meyakini adanya hari akhirat.
Hadirin yang berbahagia,
Hidup di dunia ini ibarat tempat merantau dan kampung akhirat adalah sebenar-benarnya tempat kembali, inilah yang seharusnya kita yakini. Meyakini bukan berarti hanya percaya bahwa kita pasti kembali ke alam akhirat, tapi lebih dari itu keyakinan kita harus didasari dengan sikap yang sesuai dengan keyakinan tersebut. Bila kita meyakini adanya hari akhirat, maka seharusnya sikap kita dalam berbuat dan tidak berbuat di alam dunia ini haruslah menunjukkan bahwa kita takut menghadapi berbagai konsekwensi di alam akhirat tersebut. Segala perbuatan di alam dunia ini, sekecil apa pun perbuatan buruk yang kita lakukan, pasti akan dipertanggungjawabkan di alam akhirat, jangankan korupsi, pencuri sendal pun akan dimintai pertanggungjawaban, jangankan pelaku zina, pandangan mata yang mengandung sahwat pun akan menerima hukuman. Konkritnya alam akhirat adalah tempat mempertanggungjawabkan segala perbuatan selama hidup di dunia. Bila perbuatan buruk akan dibalasi dengan hukuman demikian pula perbuatan baik, sekecil apa pun akan dibalasi dengan kebaikan.

Hadirin yang berbahagia,
Inilah yang bisa saya sampaikan dalam khutbah ringkas ini dengan kesimpulan bahwa ciri-ciri orang bertaqwa setidaknya ada 5 sebagaimana disebutkan oleh al-Quran:
1.     Percaya kepada yang ghaib
2.     Mendirikan shalat
3.     Menafkahkan sebagian rezeki yang dianugerahkan Allah
4.     Beriman kepada kitab al-Quran dan kitab-kitab terdahulu
5.     Meyakini adanya hari akhirat.
Mudah-mudahan kita dapat menjalankan 5 perkara di atas, sehingga pada gilirannya kita akan mendapatkan predikat taqwa dari Allah SWT, karena sesungguhnya tidak ada yang dipandang oleh Allah dari eksistensi manusia itu selain ketaqwaannya kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya yang sudah saya bacakan di atas:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.

Semoga khutbah singkat ini akan menjadi manfaat bagi kita semua, terutama bagi diri saya sendiri dalam menjalani kehidupan di alam dunia yang sementara ini, aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin…

[Oleh: Adi Kusuma, disampaikan pada khutbah Jumat, 22 Juli 2016, di masjid Baitul Makmur, KM 6 Sukajaya Palembang].